Rabu, 22 Mei 2013

Perlombaan dalam Pandangan Islam


Perlombaan Menurut Islam

A.    Pengertian
Perlombaan dalam bahasa arab adalah musabaqoh. Perlombaan dalam bahasa arab disebut dengan musabaqah termasuk olah raga  terpuji, hukumnya berubah-ubah, tergantung niatnya. Perlombaan disyariatkan karena termasuk olahraga yang terpuji. Asal perlombaan adalah dibolehkan. Hal ini dibuktikan dalam beberapa hadits dan juga klaim ijma’ (kesepakatan para ulama). Apalagi jika lomba tersebut sebagai persiapan untuk jihad seperti lomba memanah atau pacuan kuda, para ulama sepakat akan sunnahnya, bahkan hal ini adalah ijma’ (kesepakatan) mereka. Bahkan kadangkala hukum melakukan lomba memanah dan pacuan kuda bisa jadi wajib (fardhu kifayah) di kala diwajibkannya jihad.
Dalam sebuah Hadits diriwayakan oleh Imam bukhari bahwa siti “aisyah r.a berkata: “Aku berlomba lari dengan Nabi Saw. Tetapi aku dapat mengejarnya. Ketika aku mulai gemuk , akupun berlomba lari dengan beliau, tetapi beliau dapat mengejarku. Aku berkata “Kemenangan ini adalah sebagai imbangan bagi kekalahan itu.” Dalam hadits dijelaskan oleh Rosulullah Saw. “Setiap permainan adalah haram, kecuali tiga macam, permainan seorang laki-laki dengan istrinya, melemparkan anak panah dari busurnya dan melatih kuda-kudanya”.
Mengenai persiapan jihad, Allah Ta’ala berfirman,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat” (QS. Al Anfal: 60).
Yang dimaksud dengan kekuatan apa saja, ditafsirkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memanah (HR. Muslim no. 1917).



B.     Syarat-syarat Sah Perlombaan
Berikut ini syarat sah perlombaan, yaitu :
1.      Menentukan jenis kendaraan dengan mata kepala.
2.      Kendaraan yang dipergunakan untuk berlomba harus sama, seperti kuda arab dengan kuda arab dsb.
3.      Jaraknya harus ditentukan.
4.      Bila ada hadiah, maka hadiah itu harus mubah dan diketahui.
5.      Tidak boleh ada unsur perjudian.

C.    Hukum Perlombaan
Dan hukumnya selalu berubah-ubah tergantung kegiatannya. Hukum musabaqah ada tiga macam. Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “perlombaan ada tiga macam:
1.      Perlombaan yg dicintai oleh Alloh سبحانه وتعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم seperti lomba berkuda, memanah dan sebagainya yg tujuannya adalah persiapan untuk jihad. dasarnya adalah sabda Nabi صلى الله عليه وسلم: “Tidak ada perlombaan kecuali pada khuff (unta) atau panah atau hafir (kuda)”. (HR yg lima). Madzhab hanafiyah memasukkan dalam golongan ini perlombaan menghafal Al Qur’an, hadits dan fiqih dan dipilih oleh syaikhul islam ibnu Taimiyah.
2.      Perlombaan yg dibenci oleh Allah سبحانه وتعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم yaitu yang dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan dan menghalangi dari dzikir kepada Alloh سبحانه وتعالى dan shalat. Seperti maen kartu remi dsb.
3.      Perlombaan yang tidak dicintai oleh Alloh سبحانه وتعالى tidak juga dimurkai, hukumnya mubah seperti lomba lari, lomba renang, adu gulat dsb.
Hukum Perlombaan Berhadiah. Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata: “Mengambil ‘iwadl (hadiah) dalam perlombaan ada tiga macam:
1.      Perlombaan yang diperbolehkan tanpa hadiah dan tidak boleh mengambil hadiah seperti perlombaan balap mobil, perahu dsb.
2.      Perlombaan yang tidak boleh dilakukan baik dengan hadiah maupun tanpa hadiah, yaitu setiap perlombaan yg menjerumuskan kepada dosa dan permusuhan.
3.      Perlombaan yang diperbolehkan baik dengan hadiah ataupun tidak, yaitu perlombaan dalam memanah, berkuda dan unta sebagaimana ditunjukkan oleh hadits di atas.
Hukum Mengeluarkan Harta (hadiah) Dalam Perlombaan. Para ulama menyebutkan tiga keadaan:
1.      Hadiah dari gubernur atau yang semacamnya. Hukumnya boleh dengan ijma para ulama.
2.      Hadiah dari salah satu peserta lomba, seperti si A berkata kepada kpd si B: ayo lawan aku dalam perlombaan, jika kamu menang saya akan memberikan hadiah untukmu, dan jika kamu kalah maka kamu tidak ada kewajiban apa-apa. Hukumnya juga boleh menurut seluruh ulama kecuali yg diriwayatkan dari Al Qasim bin Muhammad. Namun yang shahih boleh karena ini sama dengan hadiah dan tidak ada makna perjudian.
3.      Hadiah dari semua peserta, dimana setiap peserta mengeluarkan uang dan yang menang mengambil semua uang tsb. Hukumnya: terjadi khilaf para ulama: jumhur menyatakan haram kecuali bila ada pihak ketiga yang disebut muhallil, alasannya karena ini adalah bentuk perjudian karena hakikat perjudian adalah seseorang berada diantara untung atau rugi. Dan ini ada dalam perlombaan seperti itu.
Namun untuk perlombaan yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya yaitu perlombaan yang mendukung jihad seperti lomba memanah, dan berkuda, syaikhul islam membolehkannya secara mutlak, dan beliau memandang bahwa itu pengecualian dari perjudian karena mashlahatnya besar.
Perlombaan yang tanpa pertaruhan diperbolehkan hal ini karena sudah kesepakatan para ulama. Perlombaan yang menggunakan pertaruhan di bagi menjadi dua yaitu pertaruhan yang diharamkan dan pertaruhan yang dihalalkan. Diharamkan apabila salah satu menang memperoleh hadiah dan yang kalah berutang kepada temannya hal seperti ini sama dengan perjudian. Sedangkan perlombaan yang dihalalkan adalah sebagai bertikut :
1.      Dibolehkan mengambil hadiah apabila hadiah itu dari penguasa atau yang lain.
2.      Hadiah dikeluarkan dari salah satu pihak yang berlomba
3.      Petaruh itu boleh diambil apabila datang dua orang yang berlomba atau beberapa pihak yang berlomba, sementara diantara mereka terdapat salah atau salah satu pihak itu menerima hadiah itu bila dia menang dan tidak berhutang apabila ia kalah.
D.    Jenis Permainan

1.      Bermain nard
Jumhur ulama bermain nard (sejenis dadu) hukumnya adalah haram. Mereka menyatakan haram karena sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad dan Abu Dawud dari Buraidah r.a.,dari Rasulullah yang artinya “barangsiapa bermain nadr syir, maka seolah-olah orang itu mencelupkan tangannya kedalam daging dan darah babi.” Dalam sebuah Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad dan Abu Dawud, Ibnu Majah dan Malik dari Abi Musa r.a bahwa Nabi Saw. Bersabda: “Barang siapa bermain Nadr, maka dia telah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.”Al-Syaukani berkata bahwa bermain nard adalah ahala (boleh) apabila tidak dibarengi dengan taruhan. Pendapat itu diriwayatkan dari Ibnu Mughaffal dan Ibnu Musayyab.
2.      Bermain catur
Ibnu Hajar al-Asqalani berkata “ Tidak ada hadits shahih atau hasan didalam pengharaman bermain catur.” Orang-orang berpendapat bahwa hukum main catur itu boleh dengan syarat berikut:
1.      Tidak melalaikan kewajiban agama
2.      Tidak dicampuri dengan taruhan
3.      Tidak muncul ditengah permainan hal-hal yang bertentangan dengan syari’at Allah
Dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, "Tidak ada perlombaan kecuali lomba pacuan unta atau pacuan kuda dan lomba memanah." (Shahih, HR Abu Dawud [2574], at-Tirmidzi [1700], an-Nasa'i [VI/226 dan 227], Ibnu Majah [2878], Ahmad [IV/424-425 dan 474], al-Baghawi [2653], Ibnu Hibban [4690], ath-Thahawi dalam Musykilul Aatsaar [1883-1892], al-Baihaqi [X/16]).
Kandungan Bab:
Asy-Syaukani berkata dalam NailulAuthaar (VIII/239), "Hadits ini merupakan dalil disyari'atkannya perlombaan, bahwasanya hal itu bukan-lah permainan sia-sia, namun termasuk olah raga yang terpuji dan dapat mendatangkan apa yang diinginkan dalam peperangan (yaitu ketangkasan) dan dapat dimanfaatkan pada saat dibutuhkan. Hukumnya tidak keluar dari istihbab (dianjurkan) atau mubah (dibolehkan), tergantung motivasi melakukannya." Hadits di atas membatasi perlombaan yang dibolehkan pada tiga perkara, yaitu lomba pacuan unta, pacuan kuda dan lomba memanah. Sengaja saya buat judul dalam bentuk larangan meskipun redaksi yang disebut-kan dalam hadits adalah penafian, karena dalam sebagian riwayat disebutkan dengan lafazh, "Tidak halal perlombaan...." (Hasan, HR an-Nasa'i [VI/227] dan ath-Thahawi dalam Musykilul Aatsaar [885]).
Para ulama berselisih pendapat tentang jenis perlombaan selain itu. Namun, yang benar adalah lomba lari termasuk di dalamnya. Berdasar-kan hadits shahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. mengajak 'Aisyah berlomba lari. Pertama kali Rasulullah berhasil mengalahkan-nya dan pada kali yang kedua 'Aisyah berhasil mengalahkan beliau. Itulah pendapat yang dipilih oleh ath-Thahawi dalam Musykilul Aatsaar. Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authaar (VIII/256), "Hadits ini merupakan dalil disyari'atkannya berlomba lari." Sebagian pemalsu hadits mencantumkan tambahan dalam hadits, "lomba burung" hanya untuk memuaskan keinginan sebagian penguasa. Tambahan itu merupakan kedustaan atas nama Rasulullah saw, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama hadits.
Termasuk fiqh nawaazil (fiqh kontemporer) adalah perlombaan yang menjamur sekarang ini dengan sebutan balap mobil antar negara atau lebih populer dengan sebutan rally. Ini termasuk perlombaan yang diharamkan. Karena mobil bukanlah alat perang dan tidak menguatkan fisik pengemudinya sebagaimana yang diperoleh dari olah raga berkuda, memanah atau olah raga lainnya. Dan juga balap mobil termasuk permainan bathil yang mengundang bahaya karena penuh spekulasi dan bahaya, dapat menyebabkan kematian pengemudinya atau cedera berat. Ditambah lagi hal itu termasuk perbuatan membuang-buang waktu.
Dr. Yasin Daradikah mengatakan dalam bukunya berjudul: Nazhariyatul Gharar fii asy-Syarii'ah al-Islamiyyah (II/248), "Menurutku, perlombaan itu hanyalah disyari'atkan sebagai persiapan untuk perang, yaitu untuk menundukkan musuh. Kedua, perlombaan yang dimaksud adalah yang dilakukan dengan ketangkasan pengendara bukan karena kehebatan mobil. Karena dalam perlombaan disyaratkan mobil yang ikut balapan harus dari jenis yang sama. Dan setiap olah raga yang bukan untuk persiapan perang, maka tidak boleh dilombakan."
As-Sabaq, dengan memfathahkan huruf siin dan baa' adalah hadiah yang disediakan untuk para peserta lomba. Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (X/394), "Hadits ini merupakan dalil bolehnya menyediakan hadiah untuk para peserta lomba memanah, lomba pacuan kuda dan unta. Begitulah pendapat sejumlah ahli ilmu, mereka membolehkan pemberian hadiah untuk para peserta lomba memanah dan pacuan kuda, karena termasuk persiapan memerangi musuh. Dan iming-iming hadiah bagi para peserta tentu akan memacu semangat berjihad."
Sebagian ahli ilmu mensyaratkan keharusan adanya muhallil (sponsor/ promotor) antara peserta lomba. Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah telah menjelaskan kekeliruan persyaratan tersebut dengan perincian yang sangat bagus dalam buku beliau yang berjudul al-Faruusiyah, silahkan lihat sendiri karena sangat berguna.
Termasuk perlombaan yang menjadi alat menghancurkan ummat ini adalah turnamen-turnamen olah raga, seperti turnamen sepak bola dan lainnya. Sehingga menjadi permainan yang melalaikan ummat. Terlebih lagi yang menjadi pelakunya adalah para pemuda. Terbuang percumalah waktu mereka, terkuras sia-sialah harta mereka, menjadikan mereka berkelompok-kelompok dan bergolong-golongan dan melalaikan mereka dari masalah yang pokok.
Semua itu merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh zionisme internasional. Jika belum percaya, maka silahkan baca, 'Protokolat Pemuka Yahudi,' dalam protokoler nomor 13 disebutkan, "Supaya ummat manusia tetap dalam kesesatan, tidak tahu apa yang telah terjadi di belakangnya dan apa yang akan terjadi di hadapannya, tidak tahu rencana yang ditujukan terhadapnya. Kami akan memalingkan pikiran mereka dengan membuat acara-acara hiburan dan entertaiment, permainan yang mengasyikkan, berbagai macam jenis olah. raga dan permainan yang memancing syahwat dan kelezatan mereka, memperbanyak gedung-gedung yang indah dan bangunan-bangunan penuh hiasan, kemudian kami buat surat kabar dan media massa mengajak kepada lomba-lomba seni dan turnamen olah raga."
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Bermain catur masih perbincangan karena ada yang emegatakan aharam,adanya yang mengatakan boleh dan ada yang emnagtakan makruh,. Dan orang-orang yang mengtaakan bermain catur boleh berpendapat bahwa :
ü  Tidak melalaikan kewajiban agama
ü  Tidak dicampuri dengan taruhan
Perlombaan dengan taruhan asalnya masih dibolehkan. Namun yang dibolehkan di sini adalah khusus pada lomba tertentu, tidak untuk setiap lomba. Jumhur berpendapat tidak bolehnya lomba dengan taruhan selain pada lomba memanah, pacuan kuda, dan pacuan unta. Demikian pula dikatakan oleh Az Zuhri. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa lomba hanya boleh dalam empat hal, yaitu lomba pacuan kuda, pacuan unta, memanah dan lomba lari sebagaimana keterangan di atas.
Ulama Syafi’iyah meluaskan lagi perlombaan yang dibolehkan dengan taruhan pada setiap lomba yang nanti berperan serta dalam jihad. Adapun lomba adu ayam, burung, dan domba tidaklah termasuk dalam hal ini dan jelas tidak dibolehkan karena bukan termasuk sarana untuk jihad (Disarikan dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah). Imam Nawawi dalam Minhajul Thalibin berkata, “Segala lomba yang mendukung peperangan (jihad) dibolehkan dengan taruhan.”
Termasuk pula lomba yang dibolehkan dengan taruhan adalah lomba hafalan Qur’an dan lomba ilmiah dalam agama. Ibnul Qayyim rahimahullah ditanya, “Apakah boleh melakukan perlombaan menghafal Al Qur’an, hadits, fikih dan ilmu yang bermanfaat lainnya yang ditentukan manakah yang benar manakah yang salah dan perlombaan tersebut menggunakan taruhan?” Kata Ibnul Qayyim, “Pengikut Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Asy Syafi’i melarang hal tersebut. Sedangkan ulama Hanafiyah membolehkannya. Guru kami, begitu pula Ibnu ‘Abdil Barr dari ulama Syafi’iyah membolehkan hal ini. Perlombaan menghafal Qur’an tentu saja lebih utama dari lomba berburu, bergulat, dan renang. Jika perlombaan-perlombaan tadi dibolehkan, maka tentu saja perlombaan menghafal Al Qur’an (dengan taruhan) lebih utama untuk dikatakan boleh.” (Al Furusiyah, Ibnul Qayyim, hal. 318)
Ibnul Qayyim di tempat lain berkata, “Jika taruhan dibolehkan dalam memanah, pacuan kuda dan pacuan kita karena terdapat dorongan untuk belajar pacuan dan sebagai persiapan untuk jihad, maka tentu saja lomba dalam hal ilmu diin (agama) dan penyampaian hujjah padahal dengan itu akan membuka hati dan memuliakan Islam, maka itu lebih layak dibolehkan.” (Al Furusiyah, Ibnul Qayyim, hal. 97)
E.     Pertaruhan dalam perlombaan
Perlombaan dengan pertaruhan dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1.      Pertaruhan yang dihalalkan.
ü  Dibolehkan mengambil harta dalam perlombaan apabila hadiah itu datang dari penguasa atau yang lain.
ü   Salah seorang dari dua orang, atau salah satu pihak dari beberapa pihak yang berlomba yang mengeluarkan hadiah.
ü  Hadiah boleh diambiapabila datang dua orang atau beberapa pihak yang berlomba, sementara diantara mereka ada yang menang dan berhak mendapatkannya dan tidak berhutang.
2.      Pertaruhan diharamkan ulama adalah pertaruhan yang apabila salah seorang pahak yang bertaruh mendapatkan hadiah itu, sedangkan yang kalah dai berhutang kepada temannya. Karena dianggap judi yang jelas-jelas diharamkan. Termasuk kategori menganiaya binatang adalah mengadukan binatang. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu Abbas r.a berkata : “Rasulullah Saw. Melarang mengadu diantara binatang-binatang.
Untuk lomba yang dibolehkan dengan taruhan seperti yang disebutkan sebelumnya, ada syarat taruhan yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.      Taruhan harus jelas dalam hal jumlah dan sifat (ciri-ciri).
2.      Boleh taruhan dibayarkan saat lomba atau boleh sebagiannya ditunda (dicicil).
3.      Taruhan tersebut bisa jadi ditarik dari salah satu peserta dari dua peserta yang ikut lomba. Salah satunya mengatakan, “Jika engkau mengalahkan saya dalam lomba memanah, maka saya berkewajiban memberimu Rp.100.000”. Ini dibolehkan dan tidak ada khilaf di antara para ulama dalam pembolehan bentuk taruhan semacam ini. Namun ingat sekali lagi bentuk ini berlaku antara dua orang atau dua kelompok.
4.      Taruhan tersebut bisa pula ditarik dari pihak lain semisal dari imam yang diambil dari kas Negara (baitul maal). Karena lomba semacam ini jelas manfaatnya dan turut membantu dalam pembelajaran jihad sehingga bermanfaat luas bagi orang banyak.
Bisa pula taruhan tersebut berasal dari iuran peserta (yang lebih dari dua peserta), seperti masing-masing misalnya menyetorkan iuran awal sebesar Rp.100.000 dan hadiah untuk pemenang akan ditarik dari iuran tersebut. Bentuk ketiga ini disebut rihan (taruhan). Jumhur ulama tidak membolehkan taruhan semacam ini karena ada pihak yang rugi dan ada yang beruntung. [Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 24: 128-129] tidak muncul ditengah permainan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Allah.
F.     Jalab dan janab dalam petaruh
Menurut sayyid Sabiq dalam buku fiqh al-Sunnah bahwa Uwais berpendapat bahwa yang dimaksud dengan jalab adalah meneriaki seekor kuda dari belakang dalam arena perlombaan agar kuda itu menang dalam perlombaannya. Maksudnya seseorang memperlombakan kudanya disertai dengan orang yang meneriakinya agar larinya cepat. Sedangkan janab ialah bila seekor kuda didatangkan oleh seseorang kepada kudanya yang sedang dipelombakan untuk dinaikinya agar secepatnya ia mencapai tujuan.maksudnya seseorang menyediakan seekor kuda lain bersama kuda yang diperlombakan,apabila kuda yang dikendarai lelah, dia pindah kekuda yang telah disediakan itu.








DAFTAR PUSTAKA

Suhendi,Hendi. 2010, Fikih Muamalah. Jakarta : Raja Gravindo
Abu Ihsan al-Atsari, 2006, Pustaka Imam Syafi'i, hlm. 2/500-503.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar