Sabtu, 25 Mei 2013

PEMIKIRAN TEOLOGI MENURUT MUHAMMAD ABDUH


PEMIKIRAN TEOLOGI MENURUT

A.    MUHAMMAD ABDUH
Syeikh Muhammad Abduh adalah seorang putra Mesir lahir 1266 H/1849 M. seorang mujahid dan mujaddid yang terkenal. Seorang pemikir, teolog, dan pembaru islam dalam Mesir. Ayahnya bernama Abduh Hasan Khairullah asal Turki yang menetap di mesir, sedang ibunya bernama Junainah.
Selaku anak dari keluarga yang taat beragama, ia mula-mula belajar mengaji al-Qur’an. Berkat otaknya yang cemerlang, dalam waktu dua tahun ia hafal al-Qur’an seluruhnya, padahal ketika itu ia masih berusia dua belas tahun. Kemudian ia meneruskan pelajaran agama di masjid Ahmadi di desa Thanta. Ahirnya ia sampai di Universitas al-Azhar Kairo, tamat tahun 1877 dengan hasil yang memuaskan.
Di antara beberapa karya Muhammad Abduh yang dapat kami kemukakan di sini antara lain :
1.      Risalah Tauhid
2.      Syarah al-Bashair al-Nashiriyah Fil Mantiq
3.      Hassyah ‘ala Syarah al-Dawani Lil ‘Aqaid al-Adudiyah
4.      Syarah Maqamat Badi’as Zaman al-Hamazani
5.      Al-Islam wan Nasraniah ma’al Ilmi wal-Madaniyah
6.      Taqrir Fi Ishlahi al-Mahaim al-Syar’iyah

Pemikirannya tentang
a.       Tentang Tuhan
Hukum-hukum wajib bagi Tuhan adalah bahwa ia Qadim (tidak bermula). Di antara sifat-sifat wajib pada diri-Nya ialah sifat Hayat (hidup). Sifat ini diiringi oleh Ilmu (mengetahui) dan Iradah (kemauan). Hidup merupakan sifat kesempurnaan bagi Wujud-Nya. Tuhan wajib bersifat Ilmu (Maha tahu). Yang dimaksud Ilmu di sini adalah terbukanya tabir sesuatu bagi Zat yang melekat sifat itu padanya, yakni pangkal sumber, pangkal bagi terbukanya tabir sesuatu itu.
Segala sifat yang dipandang menjadi kesempurnaan bagi wujud, wajiblah ada pada dirinya. Maka karena itu tentulah Zat Yang Wajib Ada itu berilmu (‘Alim Maha Tahu).

b.      Tentang Islam
Dia ingin bebas dari ikatan-ikatan mazhab dan paham keagamaan, memiliki cara berpikir yang lebih bebas, banyak membaca buku filsafat, memperdalam perkembangan pikiran kaum rasional Islam (Mu’tazilah). Menurutnya, orang tidak cukup hanya kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang asli seperti apa yang dianjurkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab dengan gerakan Wahabinya. Karena zaman sudah berubah dan ajaran Islam perlu disesuaikan dengan keadaan modern sekarang.
Dia berpendapat bahwa ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist mengenai ibadah itu tegas, jelas dan terinci. Sedangkan ajaran-ajaran mengenai Muamalah hanya merupakan dasar-dasar yang global. Dan ajaran-ajaran tentang muamalah dalam Al-Qur’an maupun Hadist itu sedikit terbatas. Karena prinsip-psrinsipnya itu bersifat umum tanpa rincian, maka masalahnya memungkinkan dapat disesuaikan dengan tuntutan zaman.
Islam menempatkan akal pada posisi yang tinggi. Wahyu tidak membawa ajaran-ajaran yang bertentangan dengan akal. Wahyu dan akal sama-sama bersumber dari-Nya, mustahil terjadi pertentangan antara keduanya. Keadaan manusia itu dalam keseluruhan dan jenisnya tidak sama martabat ilmu pengetahuannya, dan tidak sama daya reaksi penerimaannya semenjak dia lahir sampai kepada puncak kesempurnaannya. Bahkan telah ditetapkan Allah SWT, bahwa pertumbuhan umat manusia iru adalah berdasarkan ketentuan fitrah keadaan masing-masing.

c.       Tentang Akal Pikiran
Akal adalah daya kekuatan yang hanya dimiliki oleh manusia. Karena itu pulalah yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Akal merupakan pangkal kehidupan manusia yang menjadi sendi kelangsungan hidupnya. Dalam beragama, manusia dibekali akal untuk memahami ajaran-ajarannya.

Menurut Muhammad Abduh, dengan akal manusia dapat :
1.      Mengetahui Allah Swt dan siat-sifat-Nya
2.      Mengetahui adanya hidup di akhirat
3.      Mengertahui bahwa kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada mengenal Allah Swt dan berbuat baik, sedagkan kesengsaraannya bergantung pada tidak mengenal Allah Swt dan pada perbuatan jahat
4.      Mengetahui wajibnya manusia mengenal Allah Swt
5.      Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya dia menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaannya di akhirat
6.      Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.[1]
Namun haruslah disadari bahwa kebenaran yang dicapai semata-mata dari akal itu adalah nisbi, relatif. Sungguhpun akal dapat mencapainya, tetap tidak terjamin kebenarannya. Oleh karena itulah orang-orang Khawas membutuhkan konfirmasi dalam bentuk wahyu yang membawa pengetahuan yang mentrentramkan jiwa manusia.
d.      Tentang Manusia
Orang yang berakal dan punya perasaan yang sehat mengakui dan menyaksikan bahwa dirinya sendiri adalah maujud (ada). Tentang perbuatan manusia dalam hubungannya dengan kodrat Tuhan, Muhammad Abduh merumuskan dua hal:
1.      Manusia mempunyai usaha yang bebas dengan kemauan dan kehendaknya untuk mencari jalan yang dapat membawanya kepada kebahagiaan.
2.      Kodrat Tuhan tempat kembalinya manusia

Di antara tanda (bekas) kodrat (kekuasaan) Allah itu ialah, bahwa ia sanggup memisahkan manusia dari apa yang dimauinya, dan tidak seorang pun selain dari Allah yang sanggup menolong manusia dalam apa yang tidak mungkin dicapainya.
Di antara rahasia kejadian benda-benda di ala mini ialah adanya berabeka makhluk dalam kejadiannya.
 Masing-masing punya ketentuan yang khusus bagi dirinya. Maka Tuhan yang memberi wujud telah memberikan kepada macam-macam jenis dan oknum-oknum itu aan ketentuan wujudnya sendiri-sendiri menurut yang cocok baginya. Kemudian setiap wujud mempunyai pula sifat-siat yang mengikutinya.

B.     MUHAMMAD IQBAL
Dilahirkan di Sialkot, 22 Fbruari 1873. Nenek moyang berasal dari Kasta Brahma Kasymir yang telah memeluk agama Islam kira-kira 300 tahun sebelumnya. Sewaktu di Lahore ia belajardi Jurusan Filsafat dengan memperoleh gelas Master of Art (M.A), Kemudian diangkat menjadi dosen filsafat di Oriental College Universitas Punjab.
Karangan-karangannya cukup banyak yang menggunakan bahasa Persia, antara lain yang sudah dibukukan adalah:
1.      Asrar-i-Khudi
2.      Rumuz-i-Bekhudi
3.      Payam-i-Mashriq
4.      Zabur-i-Adjam
5.      Javid Nama

Pemikiran tentang
a.       Tentang Tuhan
            Tuhan sang hakikat terakhir adalah pribadi mutlak ego tertinggi Yang Maha Esa. Keyakinan pada keesaan Tuhan tampa menunjukkan nilai pragmatis yang tinggi karena member kesatuan tujuan dan kekuatan individu. Tuhan menyatakan diri-Nya dalam pribadi terbatas, dan karena itu usaha mendekatkan diri kepada-Nya hanya mungkin lewat pribadi. Dengan demikian, Tuhan tidak bias diperoleh dengan meminta dan memohon semata, karena hal semacam itu menunjukkan kelemahan dan ketidakberdayaan. Mendekati Tuhan haruslah konsisten dengan kertinggian martabat pribadi. Manusia harus mencari dengan kekuatan dan kemauannya sendiri.
            Manusia harus menyerap Tuhan ke dalam dirinya, menyerap sebanyak mungkin sifat-sifat-Nya dan kemungkinan ini tidak terbatas. Dengan menyerap Tuhan ke dalam diri tumbuhlah ego. Ketika ego tumbuh menjadi super ego ia naik ke tingkatan wakil Tuhan. Ego trakhir adalah tenaga Yang Maha Kuasa, gerak ke depan yang merdeka suatu gerak yang kreatif.

b.      Tentang Negara Islam
            Sang individu sendiri, komponen dasar masyarakat Islam memperoleh status mulia. Dengan mengikuti al-Qur’an, Iqbal menekankan tujuan misi utama manusia sebagai wakil Tuhan. Adalah tugas muslim yang diberikan Tuhan untuk melaksanakan kehendak-Nya di muka bumi. Maka bagi Iqbal manusia adalah seorang mukmin yang menerima tanggung jawab yang diamanatkan al-Qur’an dan berusaha melahirkan masyarakat teladan. Muslim dan bukan orang muslim adalah sama. Perwujudan diri dan pemenuhan pribadi mengharuskan keterlibatan masyarakat muslim.
            Tujuan Negara-negara Islam adalah menerima prinsip-prinsip Islam dan berusaha mewujudkan di dalam sejarah melalui suatu organisasi manusia tertentu. Konstitusi Negara Islam yang mencerminkan doktrin tauhid, didasarkan atas dua dalil pokok. Supermasi hukum Islam atau Syari’at dan persamaan mutlak di antara para anggota. Huum Islam itu suatu hukum Komprehensif yang merupakan cetak biru masyarakat Islam. Dasar islam kedua untuk Negara dan masyarakat Islam ialah persamaan mutlak, yang berakar dalam doktrin tauhid (keesaan Tuhan) dan misi Nabi berdasarkan al-Qur’an.

c.       Tentang Masalah Takdir
            Takdir adalah masalah yang amat penting sejarah umat manusia dan sampai pasda masa modern para ahli Kalam, selalu ikut berusaha memecahkan sejauh kemampuan mereka. Masalah takdir berkaitan erat dengan kehendak bebas manusia. Kebaikan bukanlah persoalan keterpaksaan, melainkan penyerahan ego secara sukarela dan merdeka kepada cita-cita moral dan timbul dari suatu kerjasama yang ikhlas antara ego-ego yang merdeka. Menurutnya, kebebasan adalah syarat kebaikan.
            Tuhan telah menciptakan manusia dan perbuatan-perbuatannya, namun segala yang terjadi adalah sesuai dengan kodratnya. Dalam pengertian ini yang membuat takdir adalah manusia sendiri. Kegiatan kreati Tuhan tidak pernah berhenti kapan saja Tuhan menghendaki sesuatu terjadi cukuplah berkata Kun (jadilah) maka akan jadi.[2]


d.      Tentang Kedudukan Manusia
            Kedudukan manusia amat penting dan tertinggi di antara semua makhluk dan yang membuat manusia amat berharga serta bernilai tinggi adalah pribadi atau ego yang dimilikinya. Kita dapat secara langsung melihat bahwa ego itu nyata dan berwujud. Pada pokoknya ego bersifat memberikan penghargaan dan menghargai dirinya sendiri dalam kegiatannya sendiri. Tiada suatu penghargaan tanpa suatu hasil yang dicapai dan tidak ada hasil tanpa diiringi tujuan. Ego berkembang menjadi wujud pribadi yang kuat dan penuh dengan tujuan didasari oleh cita-cita dan aspirasi-aspirasi yang menggambarkan suasana lingkungan. Karena perkembanganitu, egopun bergantung pada suatu hubungan yang diciptakannya dengan benda nyata, dunia, masyarakat dan kenyataan-kenyataan.
            Faktor-faktor yang memperkuat ego manusia. Menurut Iqbal adalah :
1.      Isyq (cinta)
2.      Faqr yang dpat diartikan perasaan sama sekali tidak mengharapkan ganjaran-ganjaran yang akan diberikan dunia
3.      Semangat atau keberanian
4.      Toleransi, rasa tenggang rasa
5.      Kasbul Halal dapat diartikan hidup dengan penghasilan yang halal
6.      Bekerja orisinil dan kreatif



DAFTAR PUSTAKA
Al Maududi, Abul A’la, Prinsip-prinsip islam, terjemahan Abdullah suhaili, PT Al-ma’rif, Bandung, 1983
Abduh, Shaikh Muhammad, Risalah Al-Tauhid, Kairo: 1969
Hanafi, Ahmad, Pengantar Teologi Islam, cet. III, Jakarta: Pustaka Al-Husnah, 1989
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1969




[1] Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI-Press,1987),hlm. 53.
[2] Surat Yasin 82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar