Sabtu, 25 Mei 2013

Hukum Pengangkutan Laut, Darat dan Udara


Hukum Pengangkutan Laut, Darat dan Udara
BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Kata Pengantar
Dalam kegiatan bisnis , pengankutan laut, darat dan udara di butuhkan dan peranannya sangat penting,
karena selain sebagai alat fisik yang membawa barang-barang dari
produsen ke konsumen, juga sebagai alat penentu harga barang-barang tersebut. Di samping itu, jika di tinjau dari beberapa segi, pengangkutan banyak mempunyai manfaat, antara lain sebagai berikut ;
a. Dari kepentingan pengirim barang, pengirim memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial.
b. Dari segi pengangkut barang, pengangkut mendapat keuntungan material sejumlah uang atau keuntuangan immaterial, berupa peningkatan kepercayaan masyarkat atau jasa angkutan yang di usahakan oleh pengangkut
c. Dari kepentingan penerimaan barang, penerima barang mendapat manfaat untuk kepentingan konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial.
Dari beberapa uraian di atas penting bagi kami untuk menjelaskan peranan penting alat transportasi laut, darat dan udara. Hal ini demi kelancaran kegiatan ekonomi maupun kegiatan sosial masyarakat, baik itu dalam negeri maupun luar negeri (kegiatan internasional).  



BAB II
 PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Transportasi memegang peranan yang sangat penting dalam bisnis nasional maupun internasional. Pada dasarnya kendaraan yang di pergunakan manusia adalah kuda, unta, kapal kayu dan lainnya yang bisa menjadi transportasi mereka. Transportasi akan menjamin kelancaran lalu lintas barang dalam perdagangan nasional maupun internasional dan menjamin hak kepemilikan atas barang dengan pengeluaran dokumen pengapalan yang sangat vital seperti bill of lading, airways bill dan lain-lain. Berikut ini akan kita bahas beberapa hukum yang mengatur adanya pengangkutan yang dimanfaatkan sebagai transportasi masa kini :

B.     Hukum Transportasi Laut
Hukum transportasi laut terdiri dari dua kata yakni hukum dan laut. Jadi hukum laut adalah hukum yang mengenai laut, baik bersifat publik, maupun bersifat ke perdataan . Hukum laut bersifat publik kalau menyangkut masalah umum, sebaliknya hukum laut bersifat perdata apabila menyangkut perseorangan. Khusus mengenai pengangkutan laut tidak di jumpai definisinya dalam KUHD. Namun dalam PP No. 17 tahun 1988 di jumpai mengenai pengangkutan laut.
“Setiap kegiatan pelayaran yang menggunakan kapal laut untuk mengangkut penumpang, barang dan atau hewan untuk satu perjalanan atau lebih dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain antara beberapa pelabuhan”. (Pasal 1 angka 1 PP No. 17 tahun 1988)
Berkaitan dengan pengaturan pengangkutan laut, pada awalnya hanya di atur dalam KUHD buku II, Bab V karena KUHD ini merupakan warisan dari Hindia Belanda, namun kemudian di ganti menjadi I dan di sempurnakan pada tanggal 17 september 1992 dengan UU No. 21 tahun 1992 tentang pelayaran .

a.       Sejarah perundang-undangan laut
Sejarah perundang-undangan laut dan peraian darat, sebagai yang telah di atur dalam buku kedua KUHD, I mulai sebelum berlakunya S. 1933-47 jis 38- dan 2 yang mulai berlaku pada 1 april 1938. Sebelum berlakunya undang-undang tersebut, perkembangan perundang-undangan pelayaran laut dan perairan mengikuti jalannya sejarah perundang-undangan tentang pelayaran laut dan darat di negeri belanda.

 Sebab menurut pasal 131 I.S.perundang-undangan hukum dagang itu selalu konkordans dengan perundang-undangan di negeri Belanda, sejarah perundang-undangan tersebut berhenti pada saat di undangkannya 1848-23, tanggal 30 april 1847 yang mulai belaku pada 1 mei 1848. Perundangan tersebut berlaku di indonesia, yaitu kitab undang-undang hukum dagang (KUHD ).

b.      Jenis- jenis Pengangkutan Laut
Ada empat macam pelayelenggaraan pengangkutan laut, baik menurut PP 17 tahun 1988 tentang penyelenggaraan Pengangkutan Laut maupun menurut UU No. 21 tahun 1992 tentang pelayaran.
1.      Pelayaran Dalam Negeri
Menurut PP No. 17 tahun 1988, pelayaran dalam negeri merupakan kegitan angkutan laut antar pelabuhan di indonesia yang di lakukan secara tetap dan teratur dan / atau dengan pelayaran yang tidak tetap dan tidak teratur dengan menggunakan jenis kapal.
Selanjutnya, pasal 73 UU no. 21 tahun 1992 menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayaran laut dalam negeri ini di lakukan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia dan kapal berbendera asing yang di operasikan oleh badan hukum Indonesia dalam keadaan tertentu dalam memenuhi persyaratan yang di tetapkan oleh pemerintah.
2.      Pelayaran Rakyat
Menurut PP No. 17 tahun 1988, pelayaran rakyat merupakan kegiatan angkutan laut khusus untuk barang atau hewan antar pelabuhan di Indonesia dengan menggunakan kapal layar motor sesuai dengan persyaratan diantaranya :
·         Dilakukan oleh perusahaan dalam salah satu badan usaha, termasuk koprasi.
·         Memiliki unit usaha perahu layar atau kapal motor dengan ukuran sampai dengan 850 M3 isi kotor atau kapal motor dengan ukuran sampai 100 M3.
Sementara itu, pasal 77 UU No. 21 tahun 1992 mengatakan bahwa pelayaran rakyat sebagai usaha rakyat yang bersifat tradisional merupakan bagian dari usaha angkutan perairan, mempunyai peranan yang penting dan karakteristik sendiri.
3.      Pelayaran Perintis
Menurut pasa 84 UU No. 21 1992 pelayaran perintis ini berupa angkutan perairan yang menghubungkan daerah – daerah terpencil dan belum berkembang. Adapun sebagai penyelenggara adalah pemerintah. Mengenai pelayaran perintis ini, PP No. 17 tahun 1988 menyatakan bahwa perlayaran perintis merupakan kegiatan angkutan laut yang dilakukan secara tetap dan teratur.
4.      Pelayaran Luar Negeri
Pelayaran luar negeri merupakan pelayaran samudera sebagai kegiatan angkutan laut dari negeri yang di lakukan secara tetap dan teratur atau dengan pelayaran tidak tetap dan tidak menggunakan semua jenis kapal (pasal 9 ayat (5) PP No. 17 tahun 1988). Pelayaran luar negeri ini, menurut UU No. 21 tahun 1992, dilakukan oleh badan hukum Indonesia yang menurut UU No. 1 tahun 1985 berbentuk perseroan terbatas dan atau perusahaan asing .

c. Pihak-pihak dalam Pengangkutan Laut
1. Pengangkutan
Mengenai pengangkutan tidak di jumpai definisinya dalam kitab undang-undang hukum dagang (KUHD). Namun, menurut HMN. Poerwosutjipto (1985 : 4), pengangkutan adalah orang yang mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.
2. Pengiriman Barang
Pengirim belum tentu pemilik barang, sering kali dalam praktek pengirim adalah ekspiditur atau perantara lain dalam bidang pengangkutan. Pasal 86 ayat (1) menyatakan bahwa ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang.
Karena merupakan perantara, ada dua jenis perjanjian yang perlu di buat oleh ekspeditur, yaitu sebagai berikut ;
a. Perjanjian yang di buat oleh ekspeitur dengan pengirim tersebut dengan perjanjian ekspedisi, yaitu perjanjian timbal balik antara ekpeditur dengan pengirim, dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencari pengangkut yang baik bagi si pengirim, sedangkan si pengirim mengikat diri untuk membayar profesi kepada ekpeditur.
b. Perjanjian antara ekpeditur atas nama pengirim dengan pengangkut di sebut perjanjian pengangkutan.

C.     Hukum Transportasi Darat
a.       Masalah Pengangkutan
Transportasi ini akan menjamin kelancaran lalu lintas barang dalam perdagangan nasional maupun internasional dan menjamin hak kepemilikan atas barang dengan pengeluaran dokumen pengapalan yang sangat vital seperti bill of lading, airways bill dan lain-lain .
Pasal 506 ayat 1 KUHD mendefinisikan bill of lading atau konsumen sebagai suatu surat yang bertanggal dalam yang mana si pengangkut menerangkan bahwa ia telah menerima barang-barang tersebut untuk diangkutnya ke suatu tujuan tertentu dan menyerahkanya ke situ kepada orang tertentu, begitu pula menerangkan dengan syarat-syarat apakah barang-barang itu akan diserahkan. Dari ketentuan pasal tersebut fungsi dari B/L yaitu:
1. sebagai surat bukti perjanjian pengangkutan.
2. sebagai surat bukti penerimaan barang
3. sebagai bukti pemilikan barang (document of title)

D.    Hukum Transportasi Udara
Aturan internasional yang mengaur mengenai pengangkutan melalui udara adalah:
1. Warsaw convetion (original) 1929
Dalam Warsaw convention, dokumen angkutannya disebut air consignment note (ACN) yang bukan merupakan document of title . ACN ditandatangani carrier setelah barang diterima. ACN tediri dari tiga bagian yaitu:
a. first part, untuk carrier.
b. Second part, untuk consignee (penerima barang)
c. Third part, untuk consignor (pengirim)

2. Warsaw convention yang diamandemen tahun 1955
Dalam Warsaw convention yang diamandemen, dokumen angkutannya disebut air way bill (AWB). Air way bill ini cukup memuat point keberangkatan dan destinasi. Kontrak angkutan udara dapat dilakukan meelalui Warsaw convention yang pertama telah di amandemen.

3. non-convention carriage
a. Dokumen Angkutan Udara
Jika suatu kredit mensyaratkan dokumen angkutan udara, kecuali apabila ditentukan lain di dalam kredit, bank akan menerima suatu dokumen yang secara nyata menunjukan nama pengangkut (carrier) dan ditandatangani. Demikian pula dengan dokumen yang disahkan oleh pengangkut (carrier) atau agen yang ditunjuk atas nama pengangkut (carrier).        
b.      Yang Dapat Diterima Bank
Dalam pasal 27 UCP 500 diatur mengenai ciri-ciri dokumen angkutan udara, dan pada pasal 28 UCP 500 juga diatur mengenai angkutan darat, kereta api atau jalan air dan dokumen lainnya yang dapat diterima oleh bank. Dokumen lainnya ini yang dapat idterima oleh bank ini menyangkut dokumen angkutan pos dan kurir terdapat di dalam pasal 29 UCP 500 dan dokumen angkutan lainnya yang diterbitkan oleh freight forwarder terdapat pada pasal 30 UCP 500. selain itu UCP 500 juga mengatur mengenai klausula “on deck”, “shipper’s load and count”, pada pasal 31, yang terdapat dalam dokumen pengangkutan modal transport.
c.       Courir Dan Post Receipts
Jika kredit mensyaratkan suatu tanda terima pos (post receipts) atau certificate of posting, kecuali apabila ditentukan lain di dalam kredit bank akan menerima, suatu tanda terima pos atau sertificate of posting yang secara nyata telah dibubuhi cap atau disahkan dan diberi tanggal di tempat dari mana kredit menyebutkan barang tersebut dikapalkan atau dikirimkan dan tanggal tersebut akan dianggap sebagai tanggal pengapalan atau pengiriman, dan dalam semua hal memenuhi ketentuan kredit.
d.      Freight Forwarder
Bank hanya akan menerima dokumen yang diterbitkan oleh freight forwarder jika dokumen tersebut nyata-nyata menunjukan nama freight forwarder sebagai suatu pengangkut (carrier) atau pengelola pengangkutan multimodal. Dokumen ini ditandatangani atau disahkan oleh freight forwarder sebagai pengangkut (carrier) atau pengelola angkutan multimodal.
Bank juga akan menerima dokumen menunjukan nama pengangkut (carrier) atau pengelola angkutan multimodal dan ditanda tangani dan disahkan oleh freight forwarder tersebut sebagai agen yang ditunjuk untuk atau atas nama pengangkut (carrier) atau pengelola angkutan multimodal .

e.       Klausa “on deck”, “shipper’s load and count”
Bank akan menerima suatu dokumen angkutan yang tidak menunjukan, dalam hal angkutan laut atau lebih dari satu alat angkut (modal transport) termasuk angkutan melalui laut, bahwa barang-barang tersebut dimuat atau akan dimuat diatas geladak. Meskipun demikian, bank akan menerima dokumen angkutan yang berisikan catatan bahwa barang-barang tersebut boleh diangkut di atas geladak, asal saja dokumen tersebut tidak secara khusus menyebutkan bahwa barang-barang tersebut dimuat atau akan dimuat di atas geladak .
Demikian juga dokumen yang memiliki klausula seperti “shipper’s load and count” atau “said by shipper to contain” atau kata-kata yang memiliki akibat serupa, serta dokumen yang menunjukan bahwa pengirim barang merupakan pihak lain yang bukan beneficiary kredit tersebut.

f.       Dokumen Angkutan Yang Tidak Cacat
Clean transport document (dokumen angkutan yang tidak cacat) adalah dokumen yang tidak mencantumkan klausula atau catatan yang menyatakan secara jelas kondisi barang atau kemasan yang cacat.
Bank akan menolak dokumen angkutan yang memuat klausula atau catatan dimaksud kecuali kredit secara jelass menyatakan klausula atau catatan yang dimaksud dapat diterima. Demikian pula bank akan menganggap suatu persyaratan dalam suatu kredi yang mengharuskan dokumen angkutan mencantumkan klausula “clean on board” telah terpenuhi apabila dokumen angkutan tersebut memenuhi persyaratan mengenai clean transport document yang diatur dalam pasal 32 UCP500 ini. Selain itu juga harus memenuhi peraturan sebagaimana diatur dalam pasal 23 (mengenai marine/ocean bill of lading), pasal 24 (non negotiable sea way bill), pasal 25 (charter party bill of lading), pasal 26 (multimodal transport), pasal 27 (dokumen angkutan udara), pasal 28 (dokumen angkutan jalan, kereta api atau jalan air), serta pasal 30 (dokumen yang diterbitkan freight forwarder).


PENUTUP

Kesimpulan
A.    Hukum Transportasi Laut
Hukum laut terdiri dari dua kata yakni hukum dan laut. Jadi hukum laut adalah hukum yang mengenai laut, baik bersifat publik, maupun bersifat ke perdataan . Hukun laut bersifat publik kalau menyangkut masalah umum, sebaliknya hukum laut bersifat perdata apabila menyangkut perseorangan. Khusus mengenai pengangkutan laut tidak jumpai definisinya dalam KUHD. Namun dalam PP No. 17 tahun 1988 di jumpai mengenai pengangkutan laut.
B.     Hukum Transportasi Darat
Transportasi ini akan menjamin kelancaran lalu lintas barang dalam perdagangan nasional maupun internasional dan menjamin hak kepemilikan atas barang dengan pengeluaran dokumen pengapalan yang sangat vital seperti bill of lading, airways bill dan lain-lain .
C.     Hukum Transportasi Udara
Aturan internasional yang mengaur mengenai pengangkutan melalui udara

  

DAFTAR PUSTAKA

HMN. Poerwosutjipto. 2000. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Hukum Pelayaran Laut dan Perairan Darat. Jakarta: Djambatan
Widjaja, Gunawan. Ahmad Yani. 2003. Seri Hukum Bisnis Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor-Impor & Imbal Beli). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
HMN. Poerwosutjipto. 1995. Pengertian Pokok Hukum Dagang. Pengetahuan Dasar Hukum Dagang. Jakarta: Djambatan.
Asyhadie, Zaeni. 2005. Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Fuady , Munir. 1994. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktik. Bandung: Citra Aditya Bakti
Sumantoro. 1990. Pengantar Tentang Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Abdul khadir Muhammad. 1999. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar