Rabu, 22 Mei 2013

Instuisi Uang dalam Islam

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kegiatan ekonomi, uang mempunyai peranan yang sangat penting. Dengan adanya uang, kegiatan ekonomi masyarakat lebih lancar. Uang digunakan untuk membeli barang atau jasa yang dibutuhkan. Uang juga digunakan untuk menyimpan kekayaan dan untuk membayar hutang. Bahkan dengan adanya uang, kita dapat mengatakan bahwa bukumu lebih mahal daripada pensil temanmu, dan sebagainya. Apakah yang dimaksud dengan uang itu? uang adalah suatu benda yang diterima secara umum oleh masyarakat untuk mengukur nilai, menukar, dan melakukan pembayaran atas pembelian barang dan jasa, dan pada waktu yang bersamaan bertindak sebagai alat penimbun kekayaan.
Menurut para ekonom, permintaan dapat diartikan sebagai suatu barang atau jasa yang diminta pada tingkat harga tertentu dan dalam jumlah yang tertentu. Tentunya penafsiran permintaan secara islam pun tidak jauh berbeda dari konsep permintaan konvensional. Yang membedakan adalah dalam islam kita harus memperhatikan syariat yang mengajarkan bahwa kita tidak boleh serakah dan mengeksploitasi sesuatu secara berlebihan , karena akan berdampak buruk kepada kita dan Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. Konsep hukum permintaan konvensional “bahwa jika harga turun, maka permintaan naik dan apabila harga naik maka permintaan turun”. Hanya terfokus kepada jumlah barang dan harga saja tanpa memperhatikan bagaimana sisi religi terutama kehalalan barang atau jasa tersebut. Tujuan seorang islam melakukan permintaan adalah harus memberi faedah dan maslahah bagi dunia dan akhirat. Contohnya apabila kita mengalokasikan pengeluaran kepada rokok, maka hal itu akan lebih berfaedah apabila kita membelikannya makanan yang bergizi.  Penawaran adalah barang atau jasa yang ditawarkan pada jumlah dan tingkat harga tertentu dan dalam kondisi tertentu. Jangan sampai penawaran yang kita lakukan  merugikan pihak yang mengajukan permintaan. Adapun rasulullah dalam melakukan penawaran selalu merinci tentang spesifikasi barang dagangannya, sampai-sampai harga beli nya pun disebutkan dan menawarkan dengan harga berapa barang tersebut dibeli dan yang akan diperoleh olehnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Uang
1.    Sejarah Uang
Zaman dahulu manusia mengenal sistem barter atau sistem pertukaran barang dengan barang. Semakin banyaknya kebutuhan manusia, syarat barter tersebut semakin sulit untuk dipenuhi. Manusia semakin sulit menemukan orang lain yang mau menukarkan barangnya. Oleh karena itu, manusia mulai mencari suatu benda yang dapat dijadikan alat tukar.
Mulai dari garam hingga logam mulai digunakan oleh manusia sebagai alat tukar. Namun yang paling unggul adalah logam emas dan perak karena jumlahnya terbatas sehingga harganya menjadi tinggi dan stabil (tidak mudahberubah), diterima secara umum tidak mudah rusak, serta dapat dipecah menjadi satuan yang lebih kecil.
Dalam perkembangannya, pengrajin emas semakin dipercaya sehingga masyarakat tidak perlu lagi mengambil simpanan emasnya, melainkan hanya menyerahkan secarikkertas sebagai tanda bukti penyimpanan emas. Tanda bukti tersebut semakin mempermudah transaksi ekonomi manusia sehingga menjadi awal munculnya uang kertas.

2.    Pengertian Uang
Uang adalah instrumen perekonomian yang sangat penting. Hampir semua kegiatan ekonomi sangat bergantung pada uang yang berfungsi sebagai alat tukar ataupun alat bayar. Oleh karena itu, kehadiran uang dalam kehidupan sehari-hari sangat vital, terutama untuk memperoleh barang, jasa, serta kebutuhan hidup lainnya.
Uang adalah inovasi modern yang menggantikan posisi barter. Disamping itu terhapusnya sistem pertukaran barter dalam sejarah ekonomi bangsa tidak terjadi dalam waktu yang sama. Sekalipun pertukaran barter mengalami penurunan tajam setelah uang mengambil alih fungsi sebagai alat tukar perdagangan internasional, namun pertukaran barter kini banyak dilihat sebagai alternatif yang bagus dalam perdagangan antar negara.
Kesalahan besar ekonomi konvensional ialah menjadikan uang sebagai komoditas, sehingga keberadaan uang saat ini lebih banyak diperdagangkan daripada digunakan sebagai alat tukar dalam perdagangan. Lembaga perbankan konvensional juga menjadikan uang sebagai komoditas dalam proses pemberian kredit. Instrumen yang digunakan adalah bunga(interest).
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang. Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran. Menurut Kasmir uang adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Dari beberapa definisi diatas bisa kita simpulkan bahwa uang adalah sesuatu yang diterima dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran atau transaksi. Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah, efisien, dan cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern daripada barter.
Ekonomi konvensional mengatakan bahwa uang merupakan aset yang sangat istimewa dan mempunyai status yang sangat istimewa atas aset-aset ekonomi lainnya. Menurut konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas dalam buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang dan capital secara bergantian. Capital bersifat stock concept dan merupakan private goods. Uang yang mengendap merupakan milikseseorang dan menjadi milik pribadi (private good).
Dari definisi diatas dapat kita tarik kesimpulan ekonomi konvensional memandang bahwa uang itu sebagai aset/profit. Yang artinya jika mereka mempunyai banyak uang maka mereka akan mendapatkan keuntungan yang banyak. Oleh karna itu bagi mereka, melakukan praktek riba itu diperbolehkan, atau menimbun harta itu diperbolehkan. Untuk mereka sah-sah saja. Padahal dibalik semua itu melakukan riba atau menimbun itu akan mengakibatkan kerusakan dalam sistem ekonomi.

3.    Jenis-Jenis Uang
Pada umumnya, masyarakat hanya mengenal uang kertas dan logam yang beredar di masyarakat. Namun pada hakikatnya, uang terbagi menjadi dua jenis, yaitu uang kartal dan uang giral. Berdasarkan lembaga yang mengeluarkannya, uang dibedakan menjadi:
ü  Uang kartal (kepercayaan) yaitu uang kertas dan uang logam yang kita gunakan sehari-hari sebagai alat pembayaran yang sah. Yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang memiliki hak monopoli untuk mencetak uang dan hak oktroi untuk mengedarkan uang.
ü  Uang giral (simpanan di bank) yaitu alat pembayaran yang sah berupa surat-surat berharga. Seperti saldo rekening koran dibank yang dapat digunakan sewaktu-waktu. Cek dan giro ini sewaktu-waktu dapat ditukar menjadi uang katral. Transaksi menggunakan uang katral dinilai memiliki resiko yang tinggi karena sangat berbahaya dan tidak praktis membawa uang tunai dalam jumlah yang besar. 

4.    Fungsi Uang Konvesional
a.       Medium of exchange ( alat tukar)
Dimana seseorang tidak akan menyerahkan barangnya kepada orang lain sebelum menerima barang orang lain yang bersedia dipertukarkan. Ketika uang digunakan sebagai alat tukar, maka yang terjadi adalah membeli barang dengan uang dan menjual barang dengan uang.
b.      Store of value (alat penyimpan nilai)
Uang sebagai alat penyimpan nilai/daya beli memang sangat fleksibel untuk dijadikan penyimpan kekayaan. Dalam ekonomi konvensional adalah bahwa uang harus bisa menyimpan daya beli atau nilai yang stabil. Karna itu mereka membolehkan untuk menyimpan uang dalam jumlah yang benyak bahkan cenderung berlebihan (menimbun). Padahal menimbun itu sesuatu yang tidak diperbolehkan. Hal ini Merujuk kepada Al-Quran, Al-Ghazali berpendapat bahwa orang yang menimbun uang adalah seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari peredaran. Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang.
c.       Unit of account (Sebagai alat satuan hitung)
Uang sebagai alat satuan hitung (unit of account) tentu akan mempemudah proses tukar menukar dua barang yang secara fisik berbeda, seperti mobil dan gandum, pesawat terbang dan beras. Dua jenis barang yang berbeda secara fisik tersebut akan bisa seragam dan lebih mudah dipertukarkan bila nilai masing-masing dinyatakan dalam satuan mata uang. Standard of deferred payment (Sebagai ukuran standar pembayaran yang ditangguhkan).

5.    Fungsi Uang Menurut Syariah Islam
Menurut ekonomi Islam, uang di pandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditas. Selain sebagai alat tukar, uang juga berfungsi sebagai pengukur harga (standar nilai), hal ini sesuai dengan definsi uang yang dirumuskan Taqyuddin An-Nabhani, dalam buku An-Nizham Al-Iqtishadi Al-Islami. Menurutnya uang adalah standar nilai pada barang dan jasa. Oleh karena itu, dalam ekonomi Islam, uang didefenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur harga setiap barang dan jasa.
Diterimanya peranan uang untuk mempermudah proses transaksi sebagai alat ukur dan menghapuskan ketidakadilan dan kezaliman dalam ekonomi tukar-menukar. Karena ketidakadilan dalam ekonomi barter, digolongkan sebagai riba fadhal. Barter adalah sebuah metode pertukaran yang tidak praktis dan umumnya menunjukkaan banyak kepicikan dalam mekanisme pasar.  Jadi, dibutuhkan sebuah sistem penukaran tepat guna yang praktis, yakni uang. Karena majunya peradaban uang dikembangkan sebagai ukuran nilai dan alat tukar. Nabi Muhammad saw menyetujui penggunaan uang sebagai alat tukar. Beliau tidak menganjurkan barter, karena ada beberapa praktek yang membawa kepada ketidakadilan dan penindasan. Nabi menasehatkan agar menjual sebuah produk dengan uang, dan membeli produk yang lain dengan harganya.
Dengan demikian, ajaran Islam sangat mendukung tungsi uang sebagai media petukaran (medium of exchange) karena banyak hadis-hadis Rasulullah yang tidak menganjurkan barter tetapi sangat menganjurkan terjadinya transaksi jual beli antara uang dihadapkan dengan barang dan jasa. Contoh hadis yang secara gamblang dijumpai pada Hadis Shaih Muslim, sebagai berikut :
حَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَبِلَالٌ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ مِنْ أَيْنَ هَذَا فَقَالَ بِلَالٌ تَمْرٌ كَانَ عِنْدَنَا رَدِيءٌفَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِمَطْعَمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ عِنْدَ ذَلِكَ أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا لَاتَفْعَلْ وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ التَّمْرَ فَبِعْهُ بِبَيْعٍآخَرَ ثُمَّ اشْتَرِ بِهِ*
Dari Abu Said r.a, katanya : “Pada suatu ketika, Bilal datang kepada Rasulullah saw membawa kurma Barni. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Kurma dari mana ini ?” Jawab Bilal: “Kurma kita rendah mutunya. Karena itu kutukar dua gantang dengan satu gantang kurma ini untuk pangan Nabi SAW.” Maka RasulullahSAW bersabda lnilah yang disebut riba. Jangan sekali-kali engkau lakukan lagi. Apabila engkau ingin membeli kurma (yang bagus), jual lebih dahulu kurmamu (yang kurang bagus) itu, kemudian dengan uang penjualan itu beli kurma yang lebih bagus.”
Peranan uang sebagai alat tukar dan alat ukur juga tampak dari hadits Nabi Saw, yaitu ketika beliau mewajibkan zakat atas aset moneter (emas dan perak). Secara tidak langsung Nabi mengatakan, bahwa uang sebagai faktor produksi mempunyai potensi untuk berkembang melalui usaha-usaha produktif yang riil.
Islam juga telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum syariah, seperti dalam jinayat (pidana). Ketika Islam mewajibkan diyat, Islam telah menentukan diyat tersebut dengan ukuran tertentu dalam bentuk emas. Rasulullah pernah menyatakan di dalam surat beliau yang dikirimkan kepada penduduk yaman “Bahwa di dalam pembunuhan jiwa itu terdapat diyat berupa 100 ekor unta, dan terhadap pemilik emas (ada kewajiban) sebanyak 1000 dinar. (HR. Nasai dan Amribin Hazam).”
Ketika Islam mewajibkan hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian, Islam juga menentukan ukuran tertentu dalam bentuk emas, yaitu ¼ dinar. SabdaRasulullah Saw  “Tangan itu wajib dipotong apabila mencuri ¼ dinar atau lebih”(H.R. Bukhari dari Aisyah).
Ketentuan hukum di atas menunjukkan bahwa dinar, dirham dan mitsqal merupakan satuan uang yang digunakan untuk mengukur (menghitung) nilai barang dan jasa.  Jadi, satuan dinar dan dirham inilah yang menjadi uang yang berfungsi sebagai ukuran harga barang dan sekaligus sebagai alat tukar.
Uraian-uraian Al-Gahzali berikutnya, tentang konsep-konsep ekonomi Islam, sungguh menakjubkan. Tapi sayang, banyak di antara umat Islam yang mengutip dan menelaah aspek tasawufnya, tanpa mengkaji secara utuh isi kitab itu, sehingga wacana ekonomi Islam terabaikan. PemikiranAl-Ghazali yang juga cukup menakjubkan tentang fungsi uang adalah teorinya yang menyatakan bahwa uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. Maksudnya, uang tidak memiliki harga (intrinsik) tetapi dapat dapat merefleksikan semua harga. Atau dalam istilah ekonomi klasik dikatakan, uang tidak memberi kegunaan langsung(direct utility function). Hanya bila uang itu digunakan untuk membeli barang, barulah barang itu memiliki kegunaan.
Merujuk pada Al-Qur’an, al-Ghazali mengecam orang yang menimbun uang. Orang demikian, dikatakannya sebagai penjahat. Yang lebih buruk lagi adalah orang yang melebur dinar dan dirham menjadi perhiasan emas dan perak. Mereka ini dikatakannya sebagai orang yang bersyukur kepada sang pencipta Allah Swt, dan kedudukannya lebih rendah dari orang yang menimbun uang. Menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari peredaran. Sedangkan meleburnya berarti menariknya dari peredaran untuk selamanya. Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang. Ini berarti memperkecil terjadinya transaksi sehingga perekonomian lesu. Adapun peleburan uang, sama saja artinya dengan mengurangi jumlah penawaran uang yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi.
Dalam ekonomi Islam sebagaimana dijelaskan al-Ghazali, fungsi uang adalah sebagai media pertukaran dan standar harga barang. Siapa yang menggunakan uang tidak sesuai dengan fungsinya, berarti dia telah kufur nikmat dalam penggunaan uang. Menimbun uang merupakan tindakan tercela dalam perspektif ekonomi Islam, karena ia telah memenjarakan uang dan mencegah fungsi sebenarnya. Kata al-Ghazali, penimbunan uang persis seperti orang yang memenjarakan hakim kaum muslimin,sehingga kelancaran perasidangan hukum terhambat. Kalau uang itu disimpan saja, maka hikmat-hikmatnya pun akan hilang dan tujuan dari adanya uang itu tidak terwujud.
Selanjutnya, al-Ghazali membahas konsep ekonomi Islam tentang  jenis mata uang. Beliau membolehkan peredaran mata uang yang sama sekali tidak mengandung emas dan perak, asalkan pemerintah menyatakan sebagai alat bayar resmi.


B.       TEORI PERMINTAAN DAN PENAWARAN
1.    Definisi Permintaan dan Penawaran
Dalam ekonomi terdapat permintaan (demand) dan penawaran (supply) yang saling bertemu dan membentuk satu titik pertemuan dalam satuan harga dan kuantitas (jumlah barang). Setiap transaksi perdagangan pasti ada permintaan, penawaran, harga dan kuantitas yang saling mempengaruhi satu sama lain. Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu harga dan waktu tertentu. Sedangkan pengertian penawaran adalah sejumlah barang yang dijual atau ditawarkan pada suatu harga dan waktu tertentu.
Hukum Permintaan :
“Apabila harga suatu barang naik, maka permintaan akan barang tersebut akan turun. Sebaliknya apabila harga suatu barang turun, maka permintaan akan barang tersebut akan naik”.
Berdasarkan hukum permintaan tersebut, dapat dipahami adanya hubungan antara permintaan dengan harga. Secara teori hukum ini dijelaskan jka suatu pasar terdapat permintaan suatu produk yang relatif sangat banyak, sehingga :
a.       Barang yang tersedia pada produsen tidak dapat memenuhi semua permintaan tersebut sehingga untuk membatasi jumlah pembelian produsen akan menaikkan harga jual produk tersebut.
b.      Penjual akan berusaha menggunakan kesempatan tersebut untuk meningkatkan dan memperbesar keuntungannya dengan cara menaikkan harga jual produknya.
Sebaliknya pada suatu pasar permintaan suatu produk relatif rendah, maka yang terjadi adalah harga turun. Keadaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.       Barang yang tersedia pada produsen relatif sangat banyak sehingga jumlah permintaan sedikit produsen akan berusaha menjual produknya sebanyak mungkin dengan cara menurunkan harga jual produknya.
b.       Produsen hanya akan meningkatkan keuntungannya dari volume penjualannya.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Permintaan (Demand)
a.       Perilaku konsumen/selera konsumen. Saat ini handphone blackberry sedang trend dan banyak yang beli, tetapi beberapa tahun mendatang mungkin blackberry sudah dianggap kuno.
b.      Ketersediaan dan harga barang sejenis pengganti dan pelengkap. Jika roti tawar tidak ada atau harganya sangat mahal maka selai dan margarin akan turun permintaannya.
c.       Pendapatan/penghasilan konsumen. Orang yang punya gaji dan tunjangan besar dia dapat membeli banyak barang yang dia inginkan, tetapi jika pendapatannya rendah maka seseorang mungkin akan mengirit pemakaian barang yang dibelinya agar jarang beli.
d.      Perkiraan harga di masa depan. Barang yang harganya diperkirakan akan naik, maka orang akan menimbun atau membeli ketika harganya masih rendah misalnya seperti bbm/bensin.
e.       Banyaknya/intensitas kebutuhan konsumen. Ketika flu burung dan flu babi sedang menggila, produk masker pelindung akan sangat laris.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Penawaran (Suply)
a.       Biaya produksi dan teknologi yang digunakan. Jika biaya pembuatan/produksi suatu produk sangat tinggi maka produsen akan membuat produk lebih sedikit dengan harga jual yang mahal karena takut tidak mampu bersaing dengan produk sejenis dan produk tidak laku terjual.
b.      Tujuan Perusahaan. Perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya (profit oriented) akan menjual produknya dengan marjin keuntungan yang besar sehingga harga jual jadi tinggi. Jika perusahaan ingin produknya laris dan menguasai pasar maka perusahaan menetapkan harga yang rendah dengan tingkat keuntungan yang rendah sehingga harga jual akan rendah untuk menarik minat konsumen.
c.       Pajak. Pajak yang naik akan menyebabkan harga jual jadi lebih tinggi sehingga perusahan menawarkan lebih sedikit produk akibat permintaan konsumen yang turun.
d.      Ketersediaan dan harga barang pengganti/pelengkap. Jika ada produk pesaing sejenis di pasar dengan harga yang murah maka konsumen akan ada yang beralih ke produk yang lebih murah sehingga terjadi penurunan permintaan, akhirnya penawaran pun dikurangi.
e.       Prediksi / perkiraan harga di masa depan. Ketika harga jual akan naik di masa mendatang perusahaan akan mempersiapkan diri dengan memperbanyak output produksi dengan harapan bisa menawarkan/menjual lebih banyak ketika harga naik akibat berbagai faktor.

2.    Teori Permintaan Dalam Islam
Dalam ekonomi mikro, pembahasan didasarkan pada perilaku individu sebagai pelaku ekonomi yang berperan menentukan tingkat harga dalam proses mekanisme pasar. Mekanisme pasar itu sendiri adalah interaksi yang terjadi antara permintaan (demand) dari sisi konsumen dan penawaran (supply) dari sisi produsen, sehingga harga yang diciptakan merupakan perpaduan dari kekuatan masing-masing pihak tersebut. Oleh karena itu, maka perilaku permintaan dan penawaran merupakan konsep dasar dari kegiatan ekonomi yang lebih luas.  “Permintaan dan penawaran adalah dua kata yang paling sering digunakan oleh para ekonom, keduanya merupakan kekuatan-kekuatan yang membuat perekonomian pasar bekerja. Jika Anda ingin mengetahui bagaimana kebijakan atau peristiwa akan mempengaruhi perekonomian, terlebih dahulu Anda harus memikirkan pengaruh keduanya terhadap permintaan dan penawaran.
Pandangan ekonomi islam mengenai permintaan, penawaran dan mekanisme pasar ini relatif sama dengan ekonomi konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari individu untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam ekonomi islam, norma dan moral “islami” yang merupakan prinsip islam dalam ber-ekonomi, merupakan faktor yang menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi berbeda dengan teori pada ekonomi konvensional.
Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 87-88 :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 Ÿwur (#ÿrßtG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ   (#qè=ä.ur $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# OçFRr& ¾ÏmÎ/ šcqãZÏB÷sãB ÇÑÑÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.
Oleh karenanya dalam teori permintaan Islami membahas permintaan barang halal, barang haram, dan hubungan antara keduanya. Sedangkan dalam permintaan konvensional, semua komoditi dinilai sama, bisa dikonsumsi atau digunakan.
Dalam motif permintaan Islam menekankan pada tingkat kebutuhan konsumen terhadap barang tersebut sedangkan motif permintaan konvensional lebih didominasi oleh nilai-nilai kepuasan (interest). Konvensional menilai bahwa egoisme merupakan nilai yang konsisten dalam mempengaruhi seluruh aktivitas manusia. Permintaan Islam bertujuan mendapatkan kesejahteraan atau  kemenangan akhirat (falah) sebagai turunan dari keyakinan bahwa ada kehidupan yang abadi setelah kematian yaitu kehidupan akhirat, sehingga anggaran yang ada harus disisihkan sebagai bekal untuk kehidupan akhirat.

3.    Kurva Permintaan
Berdasarkan hukum dan teori permintaan atas barang, seorang individu di pasar, dipengaruhi oleh harga atau sebaliknya pembelian barang akan mempengaruhi harga barang di pasar. Dengan demikian akan dapat diketahui seberapa besar perubahan permintaan terhadap perubahan harga atau sebaiknya.

Jumlah Barang yang diminta, Tingkat Harga di Pasar dan tertentu Berdasarkan Hukum Permintaan
Harga
Kuantitas yang diminta (Q)
Titik/Periode
1000
200
A
900
250
B
800
325
C
750
400
D
600
450
E
500
525
F
   
Jika diperhatikan bahwa besarnya perubahan permintaan sebagai akibat dari berubahnya harga tidaklah sama dari suatu titik ke titik berikutnya. Menurut kurva permintaan adalah bila permintaan naik, maka harga turun. Dan bila permintaan turun, maka harga naik. Sedangkan skedul permintaan teori permintaan dapat disajikan pada tabel berikut:

Perubahan harga sehubungan dengan berubahnya jumlah barang yang diminta, tingkat pendapatan dan periode tertentu berdasarkan teori permintaan

Kuantitas yang diminta (Q)
Harga
Titik/Periode
200
500
A
250
600
B
325
750
C
400
800
D
450
900
E
525
1000
F
   
Pada tabel di atas tampak bahwa bila jumlah barang yang diminta makin banyak maka harga akan meningkat. Sebaliknya, bila jumlah barang yang diminta makin sedikit, maka harga akan turun.

4.    Teori Penawaran Islam
Seperti halnya pada permintaan yang diturunkan dari fungsi konsumsi, maka teori penawaran hakikatnya adalah derivasi dari perilaku individu-individu perusahaan dalam analisia biayanya. Pada bagian-bagian di muka telah diterangkan bahwa tidak ada perusahaan yang tersedia berproduksi ketika tingkat harga yang berlaku lebih kecil daripada biaya variabel rata-rata. Jadi, setiap perusahaan hanya akan berproduksi jika harga barang yang berlaku lebih tinggi daripada biaya variabel rata-ratanya. Pada dasarnya terdapat garis harga yang tak terbatas jumlahnya di atas titik perpotongan antara kurva biaya marginal dengan kurva biaya variabel rata-rata. Dari sinilah kita dapat menemukan beberapa kuantitas yang dapat ditawarkan pada setiap tingkatan harga. 
Membahas teori penawaran Islami, kita harus kembali kepada sejarah penciptaan manusia. Bumi dan manusia tidak diciptakan pada saat yang bersamaan. Dalam memanfaatkan alam yang telah disediakan Allah bagi keperluan manusia, larangan yang harus dipatuhi adalah “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Larangan ini tersebar di banyak tempat dalam Al-Qur'an dan betapa Allah sangat membenci mereka yang berbuat kerusakan di muka bumi.
Secara umum tidak banyak perbedaan antara teori permintaan konvensional dengan Islami sejauh hal itu dikaitkan dengan variabel atau faktor yang turut berpengaruh terhadap posisi penawaran. Bahkan bentuk kurva secara umum pada hakekatnya sama. Satu aspek penting yang memberikan suatu perbedaan dalam pespektif ini kemungkinan besar berasal dari landasan filosofi dan moralitas yang didasarkan pada premis nilai-nilai Islam.
Yang pertama adalah bahwa Islam memandang manusia secara umum, apakah sebagai konsumen atau produsen, sebagai suatu objek yang terkait dengan nilai-nilai. Nilai-nilai yang paling pokok yang didorong oleh Islam dalam kehidupan perekonomian adalah kesederhanaan, tidak silau dengan gemerlapnya kenikmatan duniawi (zuhud) dan ekonomis (iqtishad). Inilah nilai-nilai yang seharusnya menjadi trend gaya hidup Islami. Yang kedua adalah norma-norma Islam yang selalu menemani kehidupan manusia yaitu halal dan haram. Produk-produk dan transaksi pertukaran barang dan jasa tunduk kepada norma ini. Hal-hal yang diharamkan atas manusia itu pada hakekatnya adalah barang-narang atau transaksi-transaksi yang berbahaya bagi diri mereka dan kemaslahatannya.
Namun demikian, bahaya yang ditimbulkan itu tidak selalu dapat diketahui dan dideteksi oleh kemampuan indrawi atau akal manusia dalam jangka pendek. Sikap yang benar dalam menghadapi persoalan ini adalah kepatuhan kepada diktum disertai pencarian hikmah di balik itu. Dengan kedua batasan ini maka lingkup produksi dan pada gilirannya adalah lingkup penawaran itu sendiri dalam ekonomi Islam menjadi lebih sempit dari pada yang dimiliki oleh ekonomi konvensional. Dengan demikian terdapat dua penyaringan(filtering) yang membuat wilayah penawaran (domain) dalam ekonomi Islam menyempit yaitu filosofi kehidupan Islam dan norma moral Islam.
Dalam perspektif ekonomi Islam, manusia diinjeksi dengan norma moral Islam sehingga nafsu untuk memenuhi keinginannya tidak selalu dipenuhi. Demikian juga cara untuk memenuhi keinginan tersebut senantiasa dikaitkan dengan norma moral Islam yang sellau menemaninya ke mana saja dan di mana saja. Karena itu, semua barang dan jasa yang diproduksi dan ditawarkan ke pasar mencerminkan kebutuhan riil dan sesuai dengan tujuan syariah itu sendiri (maqoshidu syariah). Dalam perspektif ini tidak dimungkinkan produksi barang yang tidak berguna secara syar’i. Jika ilmu ekonomi konvensional melihat bahwa manusia adalah economi yang selalu didorong untuk melampiaskan keinginannya dengan cara apapun, maka asumsi rasionalitas merupakan ruhnya yang mengilhami seluruh usahanya dalam rangka memenuhi keinginannya tersebut. Selama manusia menguras tenaga dan pikirannya untuk memenuhi keinginannya dengan cara apapun, ia adalah makhluk rasional. Ketika produsen berusaha memaksimalkan keuntunganan, dengan mengabaikan tanggung jawab sosial, ia adalah makhluk rasional dan tidak perlu dikhawatirkan. Begitu juga dengan konsumen yang ingin memaksimalkan nilai guna (utility) ketika membeli suatu produk, maka ia berjalan pada jalur rasionalitas dan hal itu secara ekonomi adalah baik.

5.    Teori Permintaan Dan Penawaran Ibnu Khaldun
Bagi para ekonom ia dikenal sebagai salah seorang bapak ilmu ekonomi. Ahli sejarah ekonomi terkemuka, Joseph Schumpeter, mencatat nama Ibn Khaldun di dua tempat dalam bukunya History of Economic Analysis. Menurut dia, bila suatu kota berkembang dan selanjutnya populasinya akan bertambah banyak, maka harga- harga barang kebutuhan pokok akan mendapat prioritas pengadaannya. Akibatnya penawaran meningkat dan ini berarti turunnya harga. Sedangkan untuk baarang-barang mewah, permintaannya akan meningkat sejalan dengan berkembangnya kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya harga barang mewah meningkat.
Ibn Khaldun juga menjelaskan mekanisme penawaran dan permintaan dalam menentukan harga keseimbangan. Ibn Khaldun menjelaskan pengaruh naik dan turunnya penawaran terhadap harga. Ia mengatakan, "Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun bila jarak antarkota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan melimpah, dan harga-harga akan turun". 
Ghazali juga menyatakan hendaknya motivasi keuntungan itu hanya untuk barang-barang yang bukan kebutuhan pokok. Keuntungan pun didefinisikan Ghazali sebagai keuntungan di dunia dan di akhirat. Menurut Ibnu Khaldun keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan sedangkan keuntungan yang sangat rendah akan membuat lesu perdagangan karena pedagang kehilangan motivasi. Sebaliknya, bila pedagang mengambil keuntungan sangat tinggi juga akan membuat lesu perdagangan karena lemahnya permintaan konsumen.

6.    Teori Harga Dan Hukum Supply And Demand
Ibnu Khaldun, dalam bukunya Al-Muqaddimah menulis secara khusus satu bab bab yang berjudul “Harga-harga di Kota”. Menurutnya bila suatu kota berkembang dan populasinya bertambah banyak, rakyatnya semakin makmur, maka permintaan (supply) terhadap barang-barang semakin meningkat, akibatnya harga menjadi naik. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menulis:
اان المصر اذا كان مستبحرا موفور العمران كثير حاجة الترف توافرت حينئذ  الدواعى على طلب تلكالمرافق والاستكثار منها . كل بحسب حاله  فيقصر الموجود منها على الحاجة قصورا بالغا ويكثرالمستمان لهاوهى قليلة في نفسها فتزدحم أهل الأغراض  ويبذل أهل الرفه والترف مانها باسراف  في الغلاء  لحاجاتهماليها أكثر من غيرهم فيقع فيها الغلاء كما تراه
Artinya : Sesungguhnya  apabila sebuah kota telah makmur dan berkembang serta penuh dengan kemewahan, maka di situ  akan timbul permintaan (demand) yang besar terhadap barang-barang. Tiap orang membeli barang-barang mewah itu menurut kesanggupannya. Maka barang-barang menjadi kurang. Jumlah pembeli meningkat, sementara persediaan menjadi sedikit. Sedangkan orang kaya berani membayar dengan harga tinggi untuk barang itu, sebab kebutuhan mereka makin besar. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya harga. Hal ini menciptakan demand baru atau  peningkatan permintaan terhadap barang-barang mewah. Akibatnya  harga barang-barang mewah akan meningkat pula. Adanya kecendrungan  tersebut  karena terjadi disposable income  penduduk seiring dengan berkembangnya kota.
Ibnu Khaldun merumuskan bahwa peningkatan  supply akan menurunkan harga. Sebaliknya, jika terjadi penurunan penawaran akan menaikkan harga. Ibnu Khaldun sebagaimana dijelaskan Umer Chapra menyatakan bahwa harga-harga yang terlalu rendah akan merugikan pengrajin dan pedagang, sehingga akan mendorong mereka keluar dari pasar, sebaliknya, harga-harga yang tinggi akan merugikan konsumen.
Oleh karena itu, harga-harga yang moderat antara kedua ekstrim tersebut  merupakan titik harga keseimbangan yang diinginkan, karena hal itu tidak saja  memberikan tingkat keuntungan yang secara sosial dapat diterima oleh pedagang, melainkan juga akan membersihkan pasar dengan mendorong penjualan dan pada gilirannya akan menimbulkan keuntungan dan kemakmuran besar. Di sisi lain, harga-harga yang rendah jelas tetap diinginkan terhadap barang-barang kebutuhan pokok, karena hal ini akan meringankan beban orang miskin yang merupakan mayoritas penduduk. Dari pemikiran Ibnu Khaldun, terlihat bahwa ia sangat menginginkan terciptanya harga yang stabil dengan ongkos (biaya) hidup yang relatif rendah. Meningkatnya permintaan sangat mempengaruhi penawaran. Kondisi ini akan menaikkan harga-harga barang.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Perbedaan yang menjadi asumsi dasar konsep permintaan baik konvensional maupun Islami memiliki keterkaitan langsung terhadap implementasi konsep permintaan tersebut. Perbedaan yang perlu diperhatikan terutama pada permintaan dalam islam adalah sumber hukum dan adanya batasan syariah, sudut pandang barangnya, motif dari permintaan dan tujuannya.
Dengan asumsi bahwa tidak ada hubungan keterkaitan antara permintaan dalam ekonomi konvensional dengan permintaan dalam ekonomi islam, maka kita harus memilih salah satu dari keduanya. Oleh karenanya penulis mengharapkan bahwa permintaan dalam ekonomi islam ini benar-benar bisa diaplikasikan oleh kita sehingga tercipta perekonomian masyarakat yang islami.
Yang mengendalikan harga, menurut Ibnu Khaldun adalah penawaran dan permintaan. Jadi bilamana permintaan meningkat, maka hargapun akan meningkat pula. Sebaliknya bilamana permintaan menurun, harga pun akan menurun. Dalam hal ini kemanfaatanlah yang menggerakkan permintaan. Dengan kata lain, bilamana kemanfaatan sesuatu adalah besar, maka permintaan juga akan semakin besar, demikian pula sebaliknya. Ibnu Khaldun membedakan antara kebutuhan primer dan sekunder, dan ia membedakan antara pasar kota-kota yang banyak penduduknya dan pasar-pasar yang sedikit penduduknya, dari segi penerapan hukum penawaran dan permintaan.
Pada bagian lain dari bukunya, Ibn Khaldun menjelaskan pengaruh naik dan turunnya penawaran terhadap harga. Ia mengatakan, "Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun bila jarak antarkota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan melimpah, dan harga-harga akan turun"


DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami. IIIT Indonesia. Jakarta Press. Jakarta. 2001
T. Gilarso SJ, Pengantar ilmu Ekonomi Mikro. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.  2003
Rahardja dan Manurung; Uang,  perbankan dan ekonmi moneter. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. 2004.
N. Gregory Mankiw, Principle of Microeconomics. jilid 1. edisi terjemahan. Erlangga. Jakarta. 1998.
Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek. Gema Insani Press. Jakarta. 2001.
Pemikiran Ibnu Kaldun dan Signifikansinya dalam Masa Kekinian oleh  Agustianto (Mahasiswa Ekonomi Islam Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung )
The Muqaddimah of Ibnu Khaldun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar